TRADISI KEBUDAYAAN ISLAM
YANG MASIH BERKEMBANG PADA MASA KINI
“
SEKATEN ”
DISUSUN OLEH :
Nama :
Sayekti Uji H.
No. : 31
Kelas :
XI MIPA 6
SMA
NEGERI 1 BLORA
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
SEKATEN
A.
Pengertian Sekaten
Sekaten berasal dari bahasa Arab, yaitu syahadatain
yaitu kalimat syahadat yang merupakan suatu kalimat yang harus dibaca oleh
seseorang untuk masuk Islam, yang mempunyai arti: Tiada tuhan selain Allah dan
Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Sekaten selain berasal dari kata syahadatain
juga berasal dari kata Sahutain (menghentikan atau menghindari perkara
dua, yakni sifat pelacuran dan penyelewengan ), Sakhatain (menghilangkan
perkara dua, yaitu watak hewan dan sifat setan, karena watak tersebut sumber
kerusakan), Sakhotain (menanamkan perkara dua, yaitu selalu memelihara
budi suci atau budi luhur dan selalu menghambakan diri pada Tuhan), Sekati
(setimbang, orang hidup harus bisa menimbang atau menilai hal-hal yang baik dan
buruk), Sekat (batas, orang hidup harus membatasi diri untuk tidak
berbuat jahat serta tahu batas-batas kebaikan dan kejahatan).
B.
Sejarah Sekaten
Kerajaan
Demak pada pemerintahan Raden Patah (Sultan Ngabdul Surya Ngalam I) diadakan
perubahan drastis tanpa disosialisasikan dengan para Wali terlebih dahulu,
yaitu Selamatan Negara Tahunan ditiadakan karena dianggap tidak sesuai dengan
ajaran Agama Islam. Hal tersebut menimbulkan keresahan bagi masyarakat yang
tidak bisa menerima kehendak Sultan. Bersamaan dengan ditiadakannya upacara
tersebut diseluruh wilayah Kerajaan Demak timbul wabah penyakit yang banyak
menyebabkan kematian warga masyarakat.
Atas nasihat Wali Sanga untuk membangkitkan lagi kepercayaan masyarakat, maka
Sultan Demak berkenan mengadakan kembali Upacara Selamatan Negara Tahunan yang
dikemas dan diselaraskan dengan ajaran Islam
dibawah binaan Sunan Giri dan Sunan Bonang (Wignyasubrata : 2). Tidak
lama kemudian, wabah penyakit tersebut
menghilang dan rakyat hidup tenteram. Sejak saat itulah Perayaan Sekaten
diselenggarakan sebagai perwujudan pengganti serta pelestarian Selamatan Negara
Tahunan yang selalu diselenggarakan secara turun temurun.
Nama
Sekaten itu sendiri diperkenalkan oleh Raden Patah di Demak abad 16. Saat itu
orang Jawa beralih memeluk agama Islam dengan mengucapkan syahadatain. Oleh
karena itu, penggunaan nama Sekaten pada perayaan tersebut menjadi terkenal.
Perayaan Sekaten kemudian diteruskan oleh sultan-sultan berikutnya sehingga
menjadi perayaan tahunan yang diperingati oleh banyak masyarakat. Sekaten
menjadi hasil dari interaksi antara budaya Hindu-Budha dan Islam yang berbentuk
kebudayaan. Proses interaksi tersebut dapat membantu mempercepat penyebaran agama islam di Pulau Jawa. Di
Yogyakarta sendiri sekaten yang menjadi salah satu bentuk adat Keraton Kasultanan
Yogyakarta untuk pertama kalinya diadakan oleh Sultan I Kasultanan Yogyakarta
yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono I. Itulah sebabnya, sejarah Sekaten di
Kasultanan Yogyakarta menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah
berdirinya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat itu sendiri.
Sekaten
pada masa Hamengkubuwono I merupakan upacara Kerajaan yang melibatkan seluruh
pegawai Keraton, seluruh aparat Kerajaan, dan seluruh lapisan masyarakat.
Sekaten yang bersifat keagamaan dikaitkan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad
SAW. Hal itu juga menjabarkan gelar Sultan yang bersifat kemusliman. Sekaten
yang menurut sejarahnya merupakan upacara tradisional keagamaan Islam dalam
membentuk akhlak dan budi pekerti luhur, tetap dilestarikan oleh para pengganti Sri Sultan Hamengkubuwono I. Terbentuknya
tradisi Sekaten merupakan perwujudan dari masuknya dan tersosialisasinya Islam
ke Indonesia secara damai, karena Islam itu sendiri tidak mengenal kekerasan.
Itulah sebabnya agama Islam mendapat banyak simpati dari masyarakat di pulau
Jawa. Dalam perkembangannya tradisi
Sekaten tidak lagi menjadi milik keraton atau kasunanan, tetapi masyarakat juga
merasa ikut. Bagi sebagian besar masyarakat di Provinsi DIY, baik masyarakat
perkotaan maupun masyarakat pedesaan tradisi Sekaten selain dinilai sebagai
upacara religius keislaman yang bercorak khas kejawen dengan segala hikmah dan
berkah, juga merupakan kebanggaan daerah yang selalu mengingatkan kepada
sejarah zaman keemasan Kerajaan Mataram Islam yang didirikan oleh Panembahan Senopati (Soelarto, 1996: 24). Dalam hal ini
masyarakat Yogyakarta yang setiap tahun tepatnya bulan Maulud selalu mengadakan tradisi Sekatenan
menganggap upacara Sekaten sangat perlu untuk dilaksanakan.
C.
Implementasi Budaya Sekaten Dalam Pembentukan Akhlak
Selain melaksanakan tradisi leluhur yang telah
dilaksanakan selama berabad-abad lamanya, masyarakat juga yakin Sekaten
bermanfaat dan mempunyai peran penting dalam proses pembentukan akhlak dan budi
pekerti luhur masyarakat.
Tradisi
Sekaten mengandung tiga dimensi penting yaitu kultural, religius, dan historis.
1.
Makna
Religius
Berkaitan dengan
kewajiban Sultan untuk mensyiarkan ajaran agama Islam dalam Kerajaannya, sesuai
dengan kedudukan dan peranan Sultan sebagai yang tercantum dalam rangkaian gelarnya : Sayidin
Panatagama Kalifatullah. Makna historis, berkaitan dengan keabsahan Sultan dan
Kerajaannya sebagai ahli waris sah dari Panembahan Senopati serta Kerajaan
Mataram-Islam.
2.
Makna
Kultural
Berkaitan dengan Sultan sebagai pemimpin suku
bangsa Jawa warisan para leluhur yang sangat kuat diwarnai oleh kepercayaan
lama. Dalam Upacara Tradisi Sekaten terdapat gunungan yang merupakan simbol
atau lambang yang bermakna positif. Berbagai jenis makanan yang disiapkan dalam
gunungan tersebut mengandung nilai-nilai luhur dan harapan yang baik bagi
masyarakat pendukungnya. Adapun nilai-nilai simbolis yang terkandung dalam
setiap makanan atau sesaji yang terdapat dalam gunungan, canthangbalung, sirih,
dan pecut yang terdapat pada Upacara Tradisi Sekaten di Keraton Kasunanan
Surakarta tersebut sebagai berikut:
a) Gunungan
kakung; Gunungan selain bermakna kesuburan juga mempunyai arti simbolik lain,
gunungan kakung melambangkan sifat baik, sedangkan gunungan putri melambangkan
sifat buruk. Dua sifat ini bila berdiri sendiri akan menimbulkan sifat perusak,
sehingga dua sifat ini harus disatukan. Disinilah peran raja untuk menyatukan
dua kekuatan itu sehingga akan menjadi satu kekuatan yang besar untuk kejayaan
keraton. Dari sinilah raja mengeluarkan sepasang gunungan pada waktu perayaan
sekaten. Bentuk gunungan kakung dihubungkan dengan lingga atau alat vital
laki-laki yang mengacu pada nilai-nilai kehidupan yang menggambarkan adanya
proses penciptaan manusia atau
dihubungkan dengan asal-usul manusia. Di samping itu gunungan kakung juga
menggambarkan tentang dunia dan isinya yang mencakup berbagai unsur didalamnya,
seperti bumi, langit, tumbuh-tumbuhan, api, hewan, dan manusia itu sendiri
dengan berbagai jenis dan sifat-sifatnya. Manusia yang dimaksud adalah seorang
ksatria utama yang menggambarkan seorang figur manusia ideal bagi orang Jawa.
b) Bendera
merah putih; Bendera ini ditempatkan pada ujung gunungan, berjumlah lima buah sebagai lambang dari
sebuah negara atau kerajaan. Warna merah bermakna semangat atau kebenaran,
sedangkan warna putih.
3.
Makna
Historis
Di lihat dari
sejarahnya sekaten tidak bisa terlepas dari peran para wali sebagai penyebar
agama islam di Pulau Jawa yang menjadikan sekaten suatu sarana dakwah islam dan
berkaitan dengan keberadaan sultan sebagai ahli waris dari Kerajaan Mataram
sebagai pencetus awal diadakannya sekaten. Sehingga yang harus dilakukan untuk
merealisasikan nilai-nilai sejarah adalah dengan tetap memaknai sekaten sebagai
media dakwah dan menerapkan nilai-nilai itu dalam kehidupan sehari-hari.
Sejarah perayaan sekaten juga tidak terlepas dari Masjid Agung Demak yang
didirikan oleh Walisanga pada tahun 1477 M. Awalnya masjid ini hanya berfungsi
sebagai tempat interaksi antara Allah dengan hambanya. Seiring berjalannya
waktu masjid ini menjadi multi fungsi karena digunakan sebagai ajang kegiatan
keagamaan, tempat musyawarah para wali, dan sebagai prasarana penyelenggaraan
perayaan sekaten yang merupakan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang
bertepatan pada tanggal 12 bulan Maulid.
D.
Prosesi Upacara Sekaten
serangkaian
prosesi dari awal mulainya upacara sekaten dimulai sampai penutup.
i.
Perayaan Upacara Sekaten diawali dengan
diadakannya slametan atau wilujengan yang memiliki tujuan untuk mencari
ketenangan. Dengan adanya slametan ini berarti dimulali lah pembuatan gunungan.
Perayaan ini juga menjadi pertanda akan adanya kegiatan pasar malam perayaan
sekaten. Pasar malam ini berlangsung kurang lebih 40 hari sebelum perayaan
grebeg maulud tiba.
ii.
Satu minggu sebelum puncak acara,
merupakan adat kebiasaan yang harus dilakukan yaitu mengeluarkan gamelan pusaka
dibawa ke Masjid Agung Yogyakarta untuk diletakkan di pagongan utara dan
pagongan selatan atau miyos gongso. Selama satu minggu gamelan dibunyikan terus
kecuali hari Jum’at.
iii.
Rangkaian upacara sekaten yang kedua
ialah Upacara Numplak Wajik, upacara ini sebagai awal dimulainya pembuatan
gunungan wadon. Upacara ini diawali dengan iringan gejog lesung yang dilakukan
oleh abdi dalem konco gladhak. Tujuannya agar dalam pembuatan gunungan wadon
dapat berjalan lancar. Sebelum upacara dimulai diberi sesaji oleh abdi dalem
agar dalam pembuatan gunungan ini tidak mengalami hambatan. Kemudian upacara
siap dimulai.
iv.
Acara selanjutnya dilaksanakan miyos
dalem di Masjid Agung Yogyakarta. Acara ini dihadiri oleh Sri Sultan, pembesar
keraton, para bupati, abdi dalem keraton, dan mas jogja. Miyos dalem ini
merupakan pembacaan sirotun nabi (Riwayat hidup Nabi Muhammad). Sebelum miyos
dimulai Sri Sultan menyebar udhik-udhik di depan pintu pagongan selatan dan
pagongan utara. Miyos dalem berakhir dengan ditandai pelaksanaan kondur gongsu
atau gamelan dibawa masuk lagi ke keraton. Pada saat miyos ini Sri Sultan
menuju ke masjid agung didahului 4 bergodo prajurit. Prosesi ini menandai
berakhirnya pelaksanaan upacara sekaten yang akan mencapai puncak acara pada keesokan
harinya.
v.
Sebagai rangkaian upacara terakhir dari
tradisi sekaten yaitu puncak acara grebeg maulud, yang ditandai dengan
dikeluarkannya hajad 6 gunungan tepat tanggal 12 bulan Maulud. Gunungan dibawa
ke masjid untuk didoakan yang dipimpin oleh penghulu dan kemudian gunungan
menjadi rebutan masyarakat yang menonton.
E.
Makna Sekaten dalam Dakwah Islam
Penggunaan nama sekaten syarat makna dan
nilai. Kata sekaten diambil dari kata syahadat yang merupakan syarat keislaman
seseorang. Di jawa kata syahadatain ini lebih mudah diucap dengan kata sekaten.
Prosesi ritual sekaten diawali dengan
adanya selametan dan dilengkapi dengan dibukanya pasar malam. Sebelum puncak
acara, dilakukan pemindahan gamelan dari keraton untuk di bawa ke pagongan
utara dan selatan. Rangkaian upacara selanjutnya adalah numplak wajik yang
diiringi gejok lesung. Kemudian dilaksanakannya acara miyos dalem( Pembacaan
riwayat Nabi Muhammad) di Masjid Agung. Prosesi terakhir dalam sekaten yaitu
grebeg maulud yang merupakan puncak acara dan ditandai dengan dikeluarkannya
gunungan yang akan diperebutkan masyarakat.
Sekaten bukan lah upacara adat biasa,
akan tetapi sekaten memiliki nilai dan makna yang tersirat dalam setiap prosesi
ritualnya. Seperti adanya nilai religi, sejarah, dan budaya. Dan hal itu akan tampak jika kita benar-benar mau
mengkajinya lebih dalam.
Sebagai masyarakat jawa yang terkenal
dengan adat ketimuran dan selalu menjaga amanah dari para leluhurnya agar
senantiasa melestarikan upacara adat yang diprakarsai oleh para leluhur seperti
upacara sekaten yang penuh misi sebagai sarana dakwah islam. Tidak ada salahnya
jika sekaten yang dari masa ke masa selalu mengalami perubahan dan kemajuan,
karena mengingat adanya perkembangan zaman. Akan tetapi tidak seharusnya hal itu mengurangi
pokok-pokok dan nilai yang terkandung di dalamnya. Apalagi sampai merubah
tujuan awal dari sekaten itu sendiri.
Saat ini nilai sekaten yang merupakan
salah satu jalan penyebaran agama islam mulai mengalami degradasi karena saat
ini sekaten hanya dipandang sebagai suatu hiburan masyarakat baik lokal maupun
interlokal. Hal ini menjadikan suatu fenomena yang ironis, terkait dengan
tujuan awal para wali terlaksananya sekaten sebagai upacara adat ajang
penyebaran agama islam.
Salah satu makna religi yang terkandung
didalam salah satu ritual sekaten ada sesi dari pembacaan riwayat nabi Muhammad
SAW sebagi salah satu utusan Allah yang diperintahkan sebagai Rahmatan
Lil-alamien yang memiliki kepribadian dan akhlak yang mulia, sehigga upacara
tradisional ini sangat berperan dalam membentuk akhlak dan budi pekerti luhur.
Tradisi inipun dimulai sebagai upacara religius keislaman yang bercorak kejawen
dengan segala hikmah dan berkah.
F.
Kesimpulan
Upacara sekaten
merupakan upacara yang memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW yang diadakan puncaknya
pada tanggal 12 bulan maulud dan memiliki 3 makna yaitu kultural, religius, dan
historis. Makna religius, berkaitan dengan kewajiban Sultan untuk mensyiarkan
ajaran agama Islam. Makna historis, berkaitan dengan keabsahan Sultan dan Kerajaannya sebagai ahli waris
yang sah dari Panembahan Senopati.Makna Kultural, berkaitan dengan Sultan
sebagai pemimpin suku bangsa Jawa warisan para leluhur yang sangat kuat
diwarnai oleh kepercayaan lama. upacara
tradisional ini sangat berperan dalam membentuk akhlak dan budi pekerti luhur.
Tradisi inipun dimulai sebagai upacara religius keislaman yang bercorak kejawen
dengan segala hikmah dan berkah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar